Kejahatan Kerah
Putih
Kasus Simulator
SIM
Terungkap latar
belakang dibalik sikap Polri yang berkeras menangani kasus korupsi driving simulator SIM? “… Sebenarnya
ada kasus lain di Korlantas.. nilainya triliunan..” Ini pengakuan yang
disampaikan pengacara Sukotjo S. Bambang, tersangka dan pelaksana
subkontraktor proyek pengadaan simulator SIM Tahun Anggaran 2011, Erick S Paat.
Pernyataan ini bisa jadi merupakan jawaban utama mengapa Mabes Polri begitu
keras mempertahankan menyidik dugaan korupsi pengadaan simulator SIM?
Awalnya masyarakat
menduga, sikap keras Polri untuk menangani kasus ini lebih tertuju pada
upaya melokalisir kasus dalam kemungkinan keterlibatan jenderal lain.
Sikap Polri yang senantiasa menyatakan adanya barang bukti yang tidak relevan
dengan kasus (driving simulator), nampaknya lebih menggambarkan kepanikan atas
kemungkinan terbukanya kasus2 lain yang ada dalam barang bukti yang disita KPK.
Beberapa Indikasi
Pertama, sikap awal Polri di markas Korlantas
yang wellcome saat
penggeledahan dilakukan KPK namun tiba2 berubah setelah enam jam pengeledahan
berlangsung. Awalnya penggeledahan berjalan lancar, bahkan petugas setempat
dengan murah hati menunjukkan ruangan di lantai dasar tempat dokumen kasus
disimpan. Situasi berubah saat 16 orang dari Bareskrim Polri, dipimpin langsung
Kabareskrim datang ke lokasi. Demikian juga para perwira Bareskrim berpangkat
Kombes yang seketika masuk ke lantai dasar, tempat penggeledahan dilakukan, dan
salah seorang perwira Bareskrim saat itu meminta penggeledahan dihentikan.
Alasannya ada dokumen yang akan digunakan Bareskrim untuk menyelidiki perkara
yang sama.
Jadi apa yang terjadi
di Bareskrim saat enam jam pertama sebelum mereka datang dan menghentikan
penggeledahan? Opsi rasionalnya hanya membahas pilihan tindakan yang paling
mungkin diambil dan resiko yang mungkin terjadi jika penyitaan barang bukti
dilakukan oleh KPK. Koordinasi ini menghasilkan kesimpulan adanya ‘resiko lain’
dari barang bukti yang disita KPK?
Kedua, sikap keras Polri untuk tetap
melakukan kontrol atas barang bukti yang disita KPK. Dengan alasan barang
bukti juga diperlukan bagi penyidikan yang dilakukan Bareskrim. Meskipun saat
itu Polri belum menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).
Jika Polri fokus pada
barang2 bukti kasus driving simulator,sesungguhnya tidak ‘cukup beralasan’
bagi Polri untuk mempersoalkan ‘dokumen lain’ yang akan disita KPK.
Laporan dokumen
pengadaan umumnya dibuat dalam minimal 5 rangkap. Bahkan bisa sampai 7 dokumen.
Baik untuk Panitia Pengadaan sendiri, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
Kontraktor pemenang, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Arsip sebagai laporan
kepada Kapolri. Dengan jumlah dokumen yang lebih dari satu dan tidak hanya
tersimpan di Korlantas tidak cukup alasan bagi Polri untuk mempersoalkan
dokumen yang ada di KPK. Paling tidak masih ada empat dokumen arsip lainnya,
yang semuanya sah digunakan sebagai alat bukti. Polri sendiri menyatakan jika
mereka sudah mendapat kontrak asli pengadaan. Meskipun saat pernyataan itu diungkapkan, dokumen yang ada di KPK masih dalam
keadaan tersegel di bunker KPK dan dikawal. Ini menunjukkan jika
dokumen pengadaan yang ada di KPK bukan satu2nya dokumen yang bisa dijadikan
barang bukti.
Polri yang mempersoalkan
barang bukti yang ada di KPK bukan melulu soal dokumen yang berkait dengan
kasus driving simulator.
Ada kekhawatiran atas terbukanya ‘bukti2 lain’ dalam kasus berbeda yang
tersimpan dalam file dokumen dan data elektronik?
Ketiga, penetapan empat tersangka yang
duplikasi dengan tersangka KPK. Mereka adalah: Ketua panita pengadaan, Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK), Direktur Kontraktor Pemenang (PT. CMMA), dan Direktur
pelaksana Subkontraktor (PT. ITI). Polri sadar, dalam kasus korupsi Ketua
panitia pengadaan dan PPK memegang posisi sentral. Jabatan ini
memungkinkan untuk mengetahui harga riil barang/jasa yang dipesan. Terutama,
PPK sebagai pihak yang berwenang menetapkan owner estimate,menanda tangani kontrak, dan
menetapkan Surat Perintah dimulainya Pekerjaan (SPK). Mereka mengetahui persis
selisih harga riil yang dibayarkan dengan harga yang dibayarkan dalam kontrak
dan ‘keuntungan‘ yang diperoleh
perusahaan pemenang.
Yang agak berbeda
adalah tersangka bendahara Korlantas, yang dalam versi KPK tidak masuk dalam
daftar tersangka. Ini menunjukkan saat dilakukan penyelidikan, KPK belum
mengetahui banyak peran posisi penting dalam kasus yang terjadi. Meskipun
pembayaran dilakukan melalui KPPN, bendahara mempunyai informasi terkait
dokumen anggaran dan ketersediaan dana. Jangan sampai KPK menetapkan dalam
daftar tersangka mereka kemudian, jika Polri tidak menetapkan jabatan ini dalam
dalam daftar tersangka mereka. Untuk tersangka ini,
Polri selangkah lebih maju
Komentar
saya : Hal ini merupakan
sesuatu yang sangat ironis bagi bangsa Indonesia, Institusi yang dibanggakan
serta dihormati di kalangan masyarakat melakukan kasus korupsi pengadaan alat
driving simulator SIM. Sungguh disayangkan, akibat kejadian ini, citra Polri
tercoreng akibat salah satu oknumnya yang melakukan tindak pidana serta
perdata. Kasus ini merupakan salah satu kejahatan kerah putih sebab melibatkan
seseorang yang mempunyai peranan penting di Institusi Polri. Kasus ini yang
mendapat sorotan publik karena Polri ingin tetap mempertahankan supaya kasus
Simulator SIM tetap ditangani oleh Institusi Polri itu sendiri. Tetapi KPK
sudah mengetahui maksud serta tujuan mengapa Polri Bersikeras ingin
mempertahankan kasus tersebut yaitu supaya kasus-kasus penggelapan dana yang
lebih besar tidak terdeteksi oleh KPK. Kasus yang menyeret nama-nama petinggi
Polri ini akhirnya sepenuhnya dilimpahkan serta akan diusut tuntas oleh KPK.
Kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri sudah memudar akibat kasus
tersebut. Ini merupakan tanggung jawab besar untuk mengembalikan kepercayaan
dan memperbaiki citra Polri di kalangan masyarakat. Saya berharap agar KPK yang
merupakan lembaga independen dapat menyelesaikan kasus-kasus korupsi di
Indonesia sampai ke akar-akar permasalahanya supaya negara Indonesia bebas dari
Korupsi serta dapat menjadi panutan negara-negara lain. Selain itu, kita
sebagai generasi muda mulai saat ini lebih mendedikasikan diri terhadap negara
Indonesia, agar negara tercinta ini menjadi negara yang mempunyai mental
pemimpin bukan mental koruptor.
Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar